Telah kubaca Catatan Pinggir Majalah Tempo 15-21 Desember. Pelacur judulnya. Berkisah tentang ibu yang memproduksi uang dengan alat reproduksi. Demi harkat putera-puteranya. Demi sekolah dan sedikit bicara bahasa Inggris, katanya. Cerita itu diangkat esais GM dari satu film karya Ucu Agustin yang ikut di festival film internasional jakarta. Walau belum menonton filmnya, lewat kata-kata sakti GM, dapat kurasakan betapa mulia peran itu. Untuk kali tak terbilang, esai Catatan Pinggir itu mencubit emosi. Wajib untuk dibukukan, semacam Kata Waktu jilid 2, agar bisa dengan mudah secara random dibaca-baca kembali pada saat berbeda, dengan tanpa kehilangan konteks.
Gambar-gambar pada entri blog ini bukanlah representasi esai GM. Cuma rekoneksi emosi.
Dari Situ Gede, satu perkampungan di pinggiran Bogor. Seorang Ibu dengan lima anaknya. Tertua baru saja lulus SMA dan terkecil belum masuk usia sekolah. Tertangkap olehku keramahan khas negeri ini. Tentu dengan sebuah sapa tulus dan senyum, kita boleh menjadi tetangga, kenalan, kolega baru. Berbicang dengan profil generik ibu rumah tangga negeri ini, melihat anak keturunannya bermain, dan berkeliling di seantero rumahnya, dari sudut paling privat. Boleh kuduga, sangat mungkin idealisme dan kerja keras ibu di foto ini tidak jauh berbeda dengan Ibu Nur Hidayah yang barusan kubaca di Catatan Pinggir. Mengangkat harkat strata sosial lewat pendidikan anak.
Sebentar lagi, sekali setaun kita ucapkan Selamat Hari Ibu. Ingatku pada Ibuku, yang baru saja pulang dari rumah sakit. Tak kan habis banggaku padamu.
Wednesday, December 17, 2008
Subscribe to:
Posts (Atom)