Teks diulang dari entri sebelumnya, Pulo Geulis: A Smiling 'Island'
Sabtu pagi itu, bersama tiga temanku yang kebetulan adalah anggota Asosiasi Leicawan Sedunia, aku berjalan kaki membawa eos-3 lawas kepunyaanku menuju suatu "pulau" kecil yang diapit oleh sungai Ciliwung, terletak di dekat Stasiun Bis Baranangsiang dan tak begitu jauh dari Pasar Bogor dan Kebun Raya Bogor. Nama kampungnya adalah Pulo Geulis. Luas teritorial pulau ini adalah satu RW yang terdiri dari empat RT. Beberapa jembatan (gantung dan beton) menghubungkan kampung ini dengan daratan bogor yang riuh rendah. Kami berjalan dan berjalan. Berkenalan dengan ketua RT dan berbincang dengan beberapa penduduk setempat. Beberapa warga sempat menemani beberapa langkah bahkan turun ke sungai Ciliwung. Sepanjang gang mengelilingi pulau ini (yang hanya bisa dilewati motor saja), kami hanya melihat satu hal: senyum dan ketentraman. Transaksi ekonomi ritel (baca: tukang dagang aneka-ragam penganan dan kelontong). Tak pusing oleh hingar-bingar pemilu. Tak peduli juga, tampaknya, dengan krisis global. Mungkin ini yang disebut-sebut sebagai daya tahan ekonomi masyarakat rural, yang menopang pemain ekonomi kelas tinggi di saat situasi runyam.
Sungguh, kami melihat ada banyak kebahagiaan, yang asli, di sana.
Gulungan ke dua
EOS 3 on 16-35, TMAX 100, MicroMF, Acifix, 20c 9min.
Kamerad: Rizal I. Sjahid, Igor F. Firdauzi, Tigor Peetosutan
Sunday, September 6, 2009
Thursday, April 9, 2009
Inside Sidemen: A Celluloid Walk
A weekend walk with celluloid. The digital version has previously been posted at multiply.com. Its prologue has been quoted below.
One early morning drive to east of Bali after taking pictures for one of my staff wedding at Tirtha Uluwatu a night before. Destination Sidemen. Only Periplus book on Bali and internet info as a basis. Rizal certainly woke up earlier than me as he picked me up at 5:00AM. Heading Klungkung through the Ngurah Rai artery. Several stop by and asking passer by about our destination. Morning has broken when we finally arrived at Sidemen. Warungs were not opened yet, but we find one at last. A man was cleaning his warung when we parked the car. He smiled and the regularity followed. Two glasses of hot and sweet black tea. For me, with additional marlboro shots. We talked with the man, Pak Made, and short intro with his wife. Pak Made was very helpful, so helpful indeed as he finally guided us walking inside Sidemen, throughout the morning.
The three of us visited local traditional market, Pasar Sidemen. Followed by a short visit to one of the home industry, where Balinese Weaving was made by housewife, after their morning house works was completed. Our walk continued to a small family who made Arak Bali. In those three places, we met with people with their unique and honest hospitality. Humanity. Hoping that they continue to be like this. Even, when the time their areas' boutique hotel resort are completed (we saw brick were built, just a few meter down the place where they made Arak Bali), tourism and the resultant honey-money are coming.
Citishot comrade: Rizal I. Sjahid (www.ris.fotografer.or.id)
EOS 5D, 16-35mm and EOS 3, 50mm, Neopan 100, 12.5min at 17.5degCelsius.
One early morning drive to east of Bali after taking pictures for one of my staff wedding at Tirtha Uluwatu a night before. Destination Sidemen. Only Periplus book on Bali and internet info as a basis. Rizal certainly woke up earlier than me as he picked me up at 5:00AM. Heading Klungkung through the Ngurah Rai artery. Several stop by and asking passer by about our destination. Morning has broken when we finally arrived at Sidemen. Warungs were not opened yet, but we find one at last. A man was cleaning his warung when we parked the car. He smiled and the regularity followed. Two glasses of hot and sweet black tea. For me, with additional marlboro shots. We talked with the man, Pak Made, and short intro with his wife. Pak Made was very helpful, so helpful indeed as he finally guided us walking inside Sidemen, throughout the morning.
The three of us visited local traditional market, Pasar Sidemen. Followed by a short visit to one of the home industry, where Balinese Weaving was made by housewife, after their morning house works was completed. Our walk continued to a small family who made Arak Bali. In those three places, we met with people with their unique and honest hospitality. Humanity. Hoping that they continue to be like this. Even, when the time their areas' boutique hotel resort are completed (we saw brick were built, just a few meter down the place where they made Arak Bali), tourism and the resultant honey-money are coming.
Citishot comrade: Rizal I. Sjahid (www.ris.fotografer.or.id)
EOS 5D, 16-35mm and EOS 3, 50mm, Neopan 100, 12.5min at 17.5degCelsius.
Friday, April 3, 2009
Dari Mayor Oking Hingga Ke Kapten Muslihat
Sabtu pagi yang berulang. Ini kali telah lampau beberapa bulan. Enam lelaki tua muda berjalan bersama lagi. Masih menenteng mesin kecil pencari cahaya. Gelap dan terang, cita-citanya. Namun entah nanti apa jadinya.
Bermula dari stasiun Bogor peninggalan negeri Belanda yang tetap tegap berdiri tengah bising dan riuh rendah segala kasta berlalu ke dan dari. Besi-besi baja rel kereta itu memanjang berjajar dari utara ke selatan, berdampingan dengan jalan pendek bertajuk Mayor Oking, lengkapnya Oking Jayaatmadja. Lama kami meniti jalan itu. Perlahan, wicara, dua arah. Dari situ, kami kemudian menuju arah selatan. Demosi tampaknya. Karena kami berpapasan dengan Jalan Kapten Muslihat. Lalu menyeberang Jembatan Merah milik rakyat dan bukan hanya milik satu partai. Perjalanan selesai dengan memutar balik di pertigaan pecinan lama, yang masih menyisa banyak tauke ramah lemah lembut yang menjual segala rupa benda yang kini tak lagi dijual di pasar super dan mega super, milik kongsi kongsi luar negeri. Satu kujumpa dan lama bertukar fatwa di salah satu kios kelontong lawas. Kubawa pulang satu pesannya: "... semua aliran kepercayaan baik adanya, asalkan berbuat baik untuk sesama". Kuambil satu foto beliau yang sedang menjelaskan konsep besar dengan kata-kata sederhana dengan lancar dan runtut di pagi itu. Kami berpamitan dan ia pun sambil tersenyum mengundang waktu kami untuk bertukar kata lagi, kapan-kapan. Ah, mungkin akan sangat nikmat jika sambil menghirup kopi bersama beliau, sambil berbincang tentang hal-hal besar dengan hati kecil di situ. Sabtu pagi, apalagi.
Pagi itu ditutup dengan canda tawa di Sop Buntut Mang Endang, Air Mancur, Jl. Sudirman, Bogor.
Kamerad: Rizal I. Sjahid, Igor F. Firdauzi, Tigor 'eMPeh' Peetosutan, dan dua bintang tamu dari jauh Imam 'Imang Jasmine' Sjafrudin dan Antonius Yuniarko.
EOS 3, 16-35, Neopan Seratus, MicroMF dan Acifix, 12.5min dan 17.5degCelsius.
Bermula dari stasiun Bogor peninggalan negeri Belanda yang tetap tegap berdiri tengah bising dan riuh rendah segala kasta berlalu ke dan dari. Besi-besi baja rel kereta itu memanjang berjajar dari utara ke selatan, berdampingan dengan jalan pendek bertajuk Mayor Oking, lengkapnya Oking Jayaatmadja. Lama kami meniti jalan itu. Perlahan, wicara, dua arah. Dari situ, kami kemudian menuju arah selatan. Demosi tampaknya. Karena kami berpapasan dengan Jalan Kapten Muslihat. Lalu menyeberang Jembatan Merah milik rakyat dan bukan hanya milik satu partai. Perjalanan selesai dengan memutar balik di pertigaan pecinan lama, yang masih menyisa banyak tauke ramah lemah lembut yang menjual segala rupa benda yang kini tak lagi dijual di pasar super dan mega super, milik kongsi kongsi luar negeri. Satu kujumpa dan lama bertukar fatwa di salah satu kios kelontong lawas. Kubawa pulang satu pesannya: "... semua aliran kepercayaan baik adanya, asalkan berbuat baik untuk sesama". Kuambil satu foto beliau yang sedang menjelaskan konsep besar dengan kata-kata sederhana dengan lancar dan runtut di pagi itu. Kami berpamitan dan ia pun sambil tersenyum mengundang waktu kami untuk bertukar kata lagi, kapan-kapan. Ah, mungkin akan sangat nikmat jika sambil menghirup kopi bersama beliau, sambil berbincang tentang hal-hal besar dengan hati kecil di situ. Sabtu pagi, apalagi.
Pagi itu ditutup dengan canda tawa di Sop Buntut Mang Endang, Air Mancur, Jl. Sudirman, Bogor.
Kamerad: Rizal I. Sjahid, Igor F. Firdauzi, Tigor 'eMPeh' Peetosutan, dan dua bintang tamu dari jauh Imam 'Imang Jasmine' Sjafrudin dan Antonius Yuniarko.
EOS 3, 16-35, Neopan Seratus, MicroMF dan Acifix, 12.5min dan 17.5degCelsius.
Subscribe to:
Posts (Atom)